"Pagi ini aku operasi, doain lancar ya. I love you, Rin"
Sontak Rina terkaget melihat isi pesan dari kekasihnya yang dikirimkan subuh dan jam 6 tadi. Muak, dia muak. Hanya karena ia sedang sibuk bukan berarti Jerry bisa membuat drama-drama yang gak penting kayak gitu kan? Operasi? Operasi apa? Tolong lah Jerry, jangan bikin pikiranku semakin kacau!
"Kamu dmn?!" balasnya.
Tak ada balasan dari Jerry.
"Gausah aneh-aneh deh, kamu dmn? Operasi apaansih?!"
Pun masih tak ada balasan.
Pikirannya kacau, hatinya tak tenang, ntah dia harus kemana dan bagaimana. Sementara hari ini ada mata kuliah yang tak bisa ditinggalkannya. Ia memutuskan untuk berangkat kuliah sambil menunggu balasan dari Jerry, kekasihnya yang sejak kemarin selepas Isya tidak membalas pesan.
Selama di kelas Rina tidak lepas pandangannya dari ponsel, menunggu balasan dari Jerry. Sambil menerka-nerka apa yang terjadi. Ia hanya berdoa dan berusaha berpikir bahwa segala hal yang baik terjadi. Ia mencoba mengkhibur diri, melihat kalender, tanggal 17. Dua hari lagi, tanggal jadi kita, apa dia mau memberi kejutan?
Pukul 10.30 pesan Jerry masuk,
"Maaf Rin, aku baru selesai. Aku rasa kita sampai di sini aja ya. Kamu harus bisa cari laki-laki yang lebih baik dari aku ya Rin:)"
Pikiran dan hatinya semakin kacau, emosinya makin tak stabil.
"Apaan sih Jer! Kamu dimana? Jawab pertanyaan aku!"
Satu jam kemudian ia membalas.
"Aku di rumah sakit Rin. Baik-baik aja kok. Udah ya, aku susah bales pesan. Jaga diri ya!"
Yaampun kamu lucu sekali Jer. Aku di sini harus tenang-tenang aja saat tau orang yang aku sayang di rumah sakit? Abis operasi? Dan memintaku pergi?
Ia berusaha menghapus air matanya yang tak tertahankan. Merasa tak ada gunanya duduk di kelas mendengarkan dosen ngoceh panjang lebar sementara pikiran dan hatinya tidak di situ. Ia tidak tau harus kemana dan bagaimana, ia belum menemukan kepastian tempat Jerry berada, ia mencoba mengirim pesan ke Jerry berkali-kali namun tidak ada balasan.
Menjelang sore, ada satu pesan masuk ke hpnya.
"Ini Rina ya?"
Ia buru-buru membalas berharap seseorang ntah siapapun itu membawakan kabar baik tentang Jerry kepadanya.
"Iya, ini siapa?"
"Ini Lia, kakaknya Jerry. Kamu udah tau tentang Jerry?"
"Ooh, belum Kak:( Jerry gak mau jelasin apa-apa ke aku, malah aku disuruh ninggalin dia. Aku bingung sekarang mau kemana dan gimana Kak:("
"yaAllah kamu tenang dan maklumin Jerry ya..semalem dia kecelakaan, anggota badannya ada yang teramputasi. Itu yang bikin dia down, Rin"
Seketika Rina lemas dan tangisnya pecah dalam tunduknya. Ini seperti mimpi buruk. Ini seperti acara-acara televisi yang selalu diolok-oloknya. Tapi ini pula kenyataan yang dialaminya.
"Dia dimana Kak sekarang? Aku boleh ke sana kan?"
"Di RS Griya Puspa, lantai 2, nomor 212. Sejujurnya dia ngelarang aku ngasih tau kamu, dia malu dan takut Rin, tapi kamu dateng aja, aku tau dia sebetulnya butuh kamu."
"Kak Lia, terima kasih banyak ya infonya. Aku gak akan ninggalin dia, pasti."
Rina langsung bergegas pulang dari kampus. Ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya terlebih dahulu. Selama di perjalanan air matanya tak terbendung, berkali-kali ia mengusap matanya yang basah, berkali-kali ia berusaha menenangkan tubuhnya yang bergetar ketika membayangkan kondisi Jerry.
Hancur dan sakit rasanya. Pun merasa bersalah.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Mbak lurus terus ke gedung belakang situ, nanti belok kanan, nanti sebelah kiri ada tangga, nah sampe di atas tinggal cari kamarnya."
"Oke, makasih Mas." Jawab Rina kepada petugas keamanan di sana.
Ia langsung bergegas menuju ke sana. Satu persatu kamar terlewati hingga ia sampai di kamar 212. Rasanya degdegan untuk masuk, takut sekali. Sebelum membuka pintu ia menarik napas dalam-dalam dan menenangkan dirinya, menyiapkan senyum terbaiknya meski ia tidak mampu tersenyum sekarang ini.
Ia masuk. Dan menyibakan tirai pembatas. Ternyata di dalam ada nenek dan omnya Jerry, mereka serentak menengok ke arah Rina, termasuk Jerry. Rina memberi senyum ke mereka semua, kemudian salam dan memperkenalkan diri. Jerry pun masih tersenyum. Rina hanya melihat kondisi Jerry yang lemas, jarinya diperban, tangannya diinfus. Tidak lama Ibu Jerry datang, Jerry pun memperkenalkan, "Rin, itu mamaku".
Rina pun bersalaman dan memperkenalkan diri. Ibu Jerry ramah, tidak seperti yang sering diceritakan Jerry sebagai sosok yang jutek, galak dan lain sebagainya.
Tidak berapa lama nenek dan Omnya Jerry pun berpamitan pulang, Ibu Jerry pun mengantarkan mereka ke parkiran. Tinggal lah Rina dan Jerry di ruangan itu. Rina menggenggam lengan Jerry dengan mata berkaca-kaca. Jerry tersenyum, "Kok kamu bisa ke sini Rin?", Rina tertunduk di atas tangannya dan menangis sejadi-jadinya.
"Loh, kamu kenapa Rin? Aku kan baik-baik aja.."
Rina hanya terdiam.
"Kamu jangan nangis dong, jelek ih. Tuh ingusan, jorok, udah udah jangan nangis dong" kata Jerry sambil mengangkat wajah Rina dan merapihkan rambutnya dengan pelan.
Rina tak sanggup berkata apa-apa. Dua jari Jerry dibalut perban, ternyata jarinya ada yang terputus, itu membuat pendarahan hebat sehingga Jerry tampak pucat dan lemas.
"Rin, kamu udah liat kondisi aku kan? Udah ya, cari yang lain, yang lebih sempurna dari aku."
Rina tersentak, "Jer, pegang omongan aku, aku gak akan ninggalin kamu dengan alasan apapun. Inget ya. Aku sayang kamu. Maafin aku ya Jer."
Jerry tersenyum, "..tapi jangan nangis ya?:)"
Ah, Jerrr, kamu kenapa sih selalu bisa bersikap manis semanis ini? Seharusnya aku di sini yang menguatkanmu.
Rina pun berkaca-kaca namun menghapus airmatanya. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan dengan menanyakannya makan, menceritakan kegiatannya dan lain sebagainya, sampai akhirnya Ibu Jerry datang dan mereka mengobrol bersama.
Sudah pukul 22.00 ternyata Jerry sudah ketiduran. Rina pun telah mengetahui kronologi kejadian Jerry dan sudah mendengarkan apa-apa saja yang dokter katakan. Rina pun berpamitan untuk pulang, karena melihat Jerry tidur nyenyak rasanya ada ketenangan sendiri.
Saat Rina mau keluar Jerry terbangun, "Rin."
"Eh, iya, aku balik ya.."
"Kamu naik apa?"
"Bajaj, atau ojek, atau apalah gampang."
"Jangan di tempat gelap nunggunya ya, hati-hati, sampe rumah kabarin aku. Maaf ya aku gak bisa nganterin kamu.."
"Jangan di tempat gelap nunggunya ya, hati-hati, sampe rumah kabarin aku. Maaf ya aku gak bisa nganterin kamu.."
Ya Tuhaaan, kalo bisa aku peluk, rasanya aku pengen meluk sekenceng-kencengnya dan tidur di sini saat ini juga!
"Jer, aku baik-baik aja..kamu istirahat, jangan mikirin aku dulu ya:)"
Jerry pun tersenyum, dan mengisyaratkan 'i love you' dari bibirnya. Rina pun membalas kemudian beranjak pergi.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malam ini Rina tidak bisa tidur.
Ia melihat kembali pesan di malam saat kejadian itu.
Saat itu Rina sedang merasa penat, emosinya tak terkendali, kehabisan kesabaran menghadapi Jerry yang selalu meminta waktunya. Pesan-pesan singkat Jerry dibalas seadanya, bahkan beberapa tidak dibalas. Bukan karena Rina tak mau membalas, namun karena memang ia tidak ada waktu membalasnya. Tidak jarang Rina salah paham dengan pernyataan Jerry, yang kemudian membuat mereka bertengkar. Dan malam itu, Rina memutuskan untuk sebentar menenangkan diri dengan mengacuhkan Jerry. Namun Jerry tetap memberinya kabar, mengingatkannya makan, menyemangatinya, bahkan menunggunya.
Malam itu Rina pergi bersama teman-temannya makan di restoran fastfood. Sudah lama rasanya ia tidak duduk, makan, mengobrol bersama teman-temannya. Mengabaikan sebentar persoalan di otaknya. Baru saja makanan itu sampai, tiba-tiba ada perasaan aneh di hatinya, perasaannya tidak tenang. Ia pun menyantap makanan tersebut meskipun sulit ditelan. Akhirnya, menyisakannya karena perasaannya semakin kacau.
Pukul 19.00 Jerry memberi pesan, "Rin, aku minta maaf kalo aku selalu nuntut kamu ini itu, gak ngerti kesibukan kamu, aku cuman kangen ngobrol dan jalan sama kamu. Kamu gapapa gak mau balas pesanku dulu. Kamu boleh pergi dulu sama temen-temenmu, tapi jangan pulang malam-malam Rin, bahaya. Kabarin aku ya Rin, kalo kamu butuh aku pasti dateng. Aku sayang kamu Rin, sayang banget. Aku tunggu kamu ya Rin:)"
Saat itu Rina hanya membaca pesannya tanpa membalas. Ia pun juga ingin bersama Jerry sepanjang waktu, duduk, ngobrol, jalan dan makan bersama, tapi Rina memiliki kesibukan yang sulit dipahami Jerry. Sebetulnya, Rina pun merasakan hal yang Jerry rasakan, hanya Rina tidak paham mengendalikannya. Dan ntah kenapa yang selalu ditunjukan Rina kepada Jerry hanya keacuhan, bukan menjelaskan apa yang dirasa dan dialaminya.
Hatinya semakin tak tenang, ia pun memutuskan untuk bergegas pulang meninggalkan teman-temannya yang masih menikmati makan malam.
Sesampai di rumah, pukul 19.40 Rina membalas pesan Jerry.
"Aku udah di rumah."
Ditunggu 15 menit namun tidak ada balasan.
"Kamu kemana sih?"
"Udah tidur?"
"Jer"
"Bales dendam nih? Yaudah lah terserah kamu. Aku capek Jer. Gak kamu doang kok yang kangen, yang mau ketemu, aku juga. Tapi aku punya kesibukan lain, kamu juga. Yaudah, nanti ada waktunya kita ketemu. Sabar dong Jer:( Aku capek."
Sudah satu setengah jam dari pesan yang dikirim Rina, namun tidak ada tanda bahwa sudah dibalas, atau apalagi dibalas.
Pukul 21.30 Rina pun mengirim pesan lagi,
"Terserah kamu lah kalo kamu mau marah. Aku capek. Aku tunggu kabar kamu ya. Selamat tidur. Aku sayang kamu."