Kamis, 12 Mei 2016

Cerita Yang Biasa-biasa Saja

Baik, kita mulai darimana?

Perkenalkan, nama saya Irma.
Saya adalah seorang gadis yang biasa-biasa saja. Punya seorang Ayah dan seorang Ibu yang saya panggil Apak dan Umak dalam bahasa Padang, yang ke-duanya juga biasa-biasa saja. Sebelum kamu berpikir bahwa "wah orang Padang, uangnya banyak dan pelit." biar saya jelaskan bahwa hidup saya sangat biasa-biasa saja.

Ayah saya hanya seorang Insinyur Teknik Mesin Pendinginan di salah satu perusahaan swasta yang biasa saja. Ibu saya hanya seorang Dokter Umum yang bekerja di laboratorium Rumah Sakit swasta yang biasa saja pula. Beberapa orang yang mengetahui pekerjaan orangtua saya, selalu memberikan komentar "wow". Padahal, Ayah dan Ibu selalu becanda bila ada yang menanyakan  pekerjaan mereka.

Misalnya Ayah, kalau ditanya apa pekerjaannya dijawab "kuli". Dan Ibu, jawaban klise semua Ibu-ibu, "kerjaannya jadi pembantu di rumah, ngurus rumah". Saya sempat bangga atas gelar Ayah dan Ibu, sampai akhirnya Ayah berpesan "belajar yang rajin biar bisa membantu orang, gak cuman kasih makan keluarga sendiri, tapi keluarga orang lain juga. Cukup Apak dan Umak yang jadi 'kuli', kerja dibayar cuman cukup ngasih makan keluarga sendiri.". Wow, sekarang saya paham ternyata menjadi berguna memang jauh membanggakan.

Saya hanya punya seorang adik perempuan, Rani namanya, ia juga biasa-biasa saja. Tapi mungkin sedikit lebih baik dari saya. Dia bisa nari, main piano, supel, humoris tapi galaknya naudzubillahiminzalik. Kalau kalian sering dengar bahwa saya jutek dan galak, kamu pasti belum ketemu adik saya. Tapi ya dia juga biasa-biasa saja. Gadis perempuan biasa, dengan tubuh kecil, rambut panjang, yang kesehariannya kuliah, pulang, ngerjain tugas, tidur, kuliah dan begitu terus sampe 3 tahun kedepan.

Saya tinggal di sebuah rumah yang biasa-biasa saja yang memiliki dua lantai. Ada garasi, ada ruang tamu, ada ruang makan, ada dapur, ada kamar mandi, ada kamar tidur, ada tempat jemuran, ada gudang dan ruang di lantai 2 full ruang bekerja dengan meja kerja dan meja belajar adik dan saya. Yang tentu semuanya biasa saja. Tidak mewah.

Ayah dan adik punya laptop masing-masing, Ibu punya netbook, sementara saya diberikan komputer, dan semuanya biasa-biasa saja. Laptop Ayah sudah keluaran lama, laptop adik sudah sejak ia masuk SMP (sekarang mahasiswi semester 2), netbook Ibu keluaran yang lama dan sudah lambat ntah kenapa ia masih sabar menggunakannya. Sementara komputer saya? Jauhkan pikiranmu dari merk-merk terkenal yang digunakan para pekerja Desain atau Fotografer lainnya. Karena yang saya punya biasa saja.

Ayah juga punya mobil, mobil yang biasa saja, bahkan tua. Usianya lebih tua dari saya, digunakan paling hanya weekend. Ayah juga punya dua buah motor yang biasa saja, bukan motor gede atau yang dimodif. Hanya motor gigi lama dan matic, dan ya biasa saja. Motornya itu ia gunakan untuk ke kantor (lihat? Biasa saja bukan?). Ibu saya pergi bekerja dengan berjalan kaki. Ya karena Rumah Sakit tempat ia bekerja memang tidak begitu jauh dari rumah, mungkin sekitar 100 meter? atau kurang? atau lebih? Biasa saja bukan kehidupan seorang Dokter?

Dan diri saya sendiri.
Saya seorang gadis berusia 21tahun yang biasa-biasa saja. Kulit sawo matang nyaris hitam, mata kecil, alis saya tidak cetar (dan tidak bisa menggambar alis), jidat saya terdapat biang keringat halus, dan kalau PMS pasti jerawatan, biasa saja kan? Ohya, dan di pipi saya terdapat dampak terkena ASI waktu bayi. Rambut saya sebahu, hidung saya biasa-biasa saja tidak pesek dan tidak mancung, bibir yang biasa saja tidak seseksi Angelina Jolie atau Kylie Jenner, malah warna bibir saya gelap. Tinggi saya juga biasa saja, hanya 160cm dengan berat yang biasa saja 52kg. Kalau kalian laki-laki, ketahuilah, saya jauh dari kata cantik hahaha saya hanya biasa-biasa saja.

Sekarang saya hanya seorang mahasiswi tingkat akhir yang berusaha menyelesaikan studi saya. Yang punya mimpi melanjutkan pendidikan kelak di negeri-negeri sebrang. Biasa saja, kan? Serius. Semua juga punya mimpi seperti itu kan? Persahabatan saya juga biasa-biasa saja, saya hanya punya dua orang sahabat yang mereka tetap sibuk dengan urusannya namun kami tetap berkomunikasi. Biasa saja kan? Lingkungan saya juga biasa-biasa saja, ada yang orang berada, ada yang berkecukupan, ada yang kekurangan, ada yang anak pejabat, ada juga yang artist, ada yang rajin solat, ada juga yang rajin mabuk, ada yang bisa gerak, ada juga yang ngomong doang, ada yang mendukung saya dan ada juga yang komentarin hidup saya. Tapi itu semua biasa saja kan? Kamu juga pasti punya itu kan?

Mungkin yang kita gak punya adalah kesadaran. Bahwa apapun yang Tuhan berikan ke kita adalah sebuah pelajaran. Dengan menjadi biasa-biasa saja, Tuhan mendidik untuk bergerak menjadi sesuatu yang lebih. Dengan menjadi biasa-biasa saja, Tuhan menguji, apa kita mampu melihat kebawah dan bersyukur. Sebab, di luar sana banyak yang mau hidup seperti kita. Sementara kita sibuk menggerutu dengan apa yang kita punya.

Ya, hidup saya biasa-biasa saja. Sampai akhirnya saya sadar bahwa semua yang biasa-biasa saja yang saya miliki telah lengkap. Tugas saya hanya mengupgrade untuk menjadi lebih baik. Maka nikmat Tuhan mana lagi yang saya dustakan? Semoga kamu yang sedang merasa rendah diri, mampu untuk tetap bersyukur. Ingat, yang bagimu biasa-biasa saja pun ternyata banyak yang orang lain gak miliki. Jangan lupa bersyukur!