Selasa, 08 Oktober 2013

Rumahku

Rumahku yang besar, yang megah.
Yang terlihat kuat dan kokoh.
Dicat dengan warna yang terang dan menarik.
Pembangkit semangat siapa pun yang melihatnya.
Terlihat bersih dan rapi.
Aku menjaganya sedemikian rupa.
Kusiapkan rumah itu untuk tempatnya tinggal dan menetap selamanya kelak.
Ku pastikan kenyamanan saat dia mulai masuk kali pertama, sehingga dia tak perlu keluar untuk mencari kenyamanan yang lain.
Jadi sekarang, ku tutup rapat-rapat. Ku kunci pintunya.
Aku ikat pintu pagarnya dengan rantai dan kunci gembok yang kuat.
Ya, aku lakukan untuk memastikan bahwa aku tidak akan kecolongan lagi.
Karena pernah ada yang memasuki rumah megah, besar dan kokohku.
Memasukinya hanya untuk beristirahat dan memberantaki dalamnya, dan tidak lama kemudian, keluar dengan meninggal jejak di lantai rumahku yang bersih dan mengkilap.
Tapi, jangan khawatir, sudah bersih sekarang rumahku.
Meskipun tidak mengkilap lagi lantainya seperti baru..
Sudah, sudah ku bersihkan sekuat tenaga untuk menghilangkan bekas kaki itu, ya sulit menghilangkan bekasnya, jadi, sekarang ku pastikan yang akan kubawa masuk adalah dia yang serius ingin menetap di rumahku.
Yang mau menjaga, merawat, membersihkan dan apa lagi sampai membangun rumahku.
Beberapa bulan lalu, aku bertemu dengannya.
Dia yang tertarik dengan rumahku.
Yang selalu mendekat dan berusaha mencari tau ada apa di dalamnya.
Dia selalu berdiri di depan pintu pagar rumahku.
Dia sopan.
Tak berusaha mendobrak apa lagi merusak pintu yang ku kunci.
Dia mengetuk pintu rumahku terus menerus, namun tidak memaksa dan tidak membuat gaduh.
Setia berdiri, dan menungguku membuka kan pintu.
Akhirnya, pintu pagar rumahku, ku buka kan untuknya, ku persilakan ia masuk.
Ia menikmati suasana di terasku, terlihat kenyamanan di wajahnya.
Lama ia menetap di teras rumahku.
Mengahabiskan waktu di sana.
Ketika saatnya tiba, aku membuka kan pintu rumahku untuknya.
Kubiarkan pintunya terbuka lebar agar ia bisa melihat isinya.
Namun, sudah lama sejak pintu itu ku buka, ia hanya berdiri di depannya.
Ia tetap melihat dari tempat ia berdiri di pintu itu ke dalam.
Sesekali, terbesit mimik kecewa di wajahnya.
Aku mengerti.
Ya, rumahku yang besar, megah, kokoh itu tidak sesempurna yang kamu lihat dari luar.
Cat terang pembangkit semangat itu hanya berada di luar rumahku.
Bagian dalam rumahku, bercat abu-abu.
Dan rumahku kurang penerangan.
Maka dari itu, aku membukanya untukmu.
Untuk orang yang kurasa mampu mengurus rumahku, memberi warna dan penerangan di dalamnya.
Hingga bahkan membangun rumahku sehingga benar-benar seperti apa yang orang lihat.
Jadi, tolong lah..masuk lah ke dalam, tinggal bersamaku di rumahku, bantu aku memberi warna, penerangan serta memperkuat rumahku ini.
Kelak, lelahmu akan kubayar dengan kenyamanan yang kau dapatkan ketika tinggal bersamaku nanti di rumah itu.
Karena rumahku adalah diriku, hatiku, dan kepribadianku yang akan kau nikmati semuanya tanpa pengecualian. :)({})